CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

21 Nov 2011

#cerpen : Kisah aku dan kau

Belakangan saya lagi malas nulis di blog, sebenarnya bukan karena malas juga sih, lebih kepada 'sibuk' tepatnya. Tapi malam ini berhubung sempat online, jadi sekedar mau share cerpen teman yang 'maksa' minta dimasukin. Hehehe.. *peace, Dod*.


PELANGI SATU WARNA 
Juli 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang beralamat di Jalan Jendral Ahmad Yani-Tanjungbatu kembali menerima siswa-siswi baru. Pada tahun itu, 117 siswa-siswi dari berbagai sekolah dasar di terima sebagai penghuni baru di sekolah itu. Mereka di bagi rata di tiga kelas, yaitu 7.1, 7.2 dan 7.3.
Aku, nama ku Dody Nofriandi dan kau ; Aidit Putra Nagara, teman baru yang duduk di sebelah ku di kelas 7.2. Aku dan kau merupakan pelajar yang bisa dikatakan sama dengan pelajar-pelajar lainnya. Sama-sama ingin belajar, sama-sama yang akan diajar dan sama-sama  remaja yang paling rentan dalam pembentukan mental. Karena masa remaja atau dalam sains yang populer dikenal dengan istilah masa pubertas ini, dimana pada umumnya remaja mudah terpengaruh terhadap segala sesuatu yang disebabkan rasa ingin tahu yang datang menantang dan menyerbu.
            Awal semester 2, sekaligus awal serta titik balik dari kehidupanmu yang semula berperilaku normal kemudian bermetamorfosa secara total. Mungkin kesalahanmu dalam memilih lingkungan yang menjadikanmu pemenang versi pecundang. Pecundang karena kau bersama komunitas yang kau pilih itu terlalu jauh menyimpang. Pecundang karena kau bersama komunitas yang kau pilih itu menjauhi nilai dan norma serta moral kehidupan. Komunitas yang akan membuatmu  secara perlahan menuju titik koordinat kehancuran.
            Berawal dari seorang kakak kelas bernama Awan. Awan bersama komunitasnya yang memperkenalkan kepada aku dan Aidit dengan berbagai penyimpangan. Penyimpangan yang berupa perilaku yang tak seyogianya dilakukan oleh siswa. Sebab itu aku tidak tertarik sedikit pun. Namun berbeda denganmu, Aidit. Kau tampak senang dan  menganggap itu sebagai sikap yang ingin kau jalani. Kau beralasan itu sebagai protes nyata atas kurangnya kasih sayang dan perhatian dalam keluarga. Kau memang memiliki kesamaan dengan Awan dan komunitasnya, kalian terlahir dari keluarga yang broken home ; yang jauh dari kendali orang tua. 
            Rokok, lem dan pil destro dengan perlahan masuk ke dalam tubuhmu beserta komunitasmu, padahal kalian merupakan reingkarnasi dari para founding fathers untuk mencapai cita-cita bangsa ini yang lebih dari 60 tahun bernegara. Awan pernah berucap seperti ini dalam komunitas ;
“Kite memang anak –anak yang kurang diperhatikan, kite diacuhkan, kite macam tak dianggap. Keluarge kite lebih hobi marah-marah ; hobi berperang dalam rumah. Meski macam gitu, bukan berarti kite tak bise senang. Bukankah dalam setiap diri manusie telah dikodratkan bahwa manusie itu terlahir sebagai pemenang, makhluk yang bebas. Jadi, dekat sini kite bebas buat apepun supaye kite bise ketawe, supaye kite bise juge untuk bahagie.”
Semula, kau hanya mencoba 15 butir pil destro pemberian Awan. Pil destro memang mudah di dapat, karena hampir diseluruh apotik di Tanjungbatu menjual obat batuk itu. Pil destro yang jika dikonsumsi  secara berlebihan dapat menyebabkan sang konsumen manjadi keracunan. Keracunan inilah yang dianggap  sebagai manifestasi dari euforia  tertinggi. Keracunan yang dianggap sebagai puncak kebahagiaan. Dan bagimu, itulah kebahagiaan.
             Kau bersama hormon yang  dipengaruhi oleh hipofisis, pusat dari seluruh sistem kelenjar penghasil hormon tubuh yang berperan penting dalam proses pubertas, kian hari selalu ingin tampil beda, kau selalu ingin sebagai jawara dikomunitasmu. Maka kau bersama Hendra, teman dalam komunitasmu yang juga teman sekelas, menetapkan  hari Sabtu sebagai “Hari Burung”. Dimana  pada setiap hari itu kalian akan menyantap 30-40 butir pil destro dalam sekali telan. Dalam hal pemakaian pil destro, kau benar-benar mengagumi Roma yang mampu mengkonsumsi sebanyak 150 butir pil dalam waktu yang bersamaan. Kau namai ”Hari Burung” karena burung dapat diartikan sebagai makhluk yang bisa bebas terbang, melayang, terlepas dari segala yang bimbang. Karena menurut mu, itulah yang kau rasakan saat mengkonsumsi pil itu.
            Di sekolah kita juga terdapat beberapa istilah lainnya, misalnya pil destro juga dikenal dengan nama DS. Rokok terkenal dengan sebutan stok, dan lem yang dihisap teramat popular dengan nama embek. Embek, itu suara kambing. Kau sebut embek karena pada umumnya lem yang kau hisap memiliki cap seekor kambing pada kemasan lem tersebut. Namun terdapat satu yang mengganjal atas semua yang kau konsumsi untuk kesenangan sesaat itu. Kau mengatakan bahwa pil destro & lem itu halal. Sedangkan ekstasi, sabu-sabu, atau obat-obatan narkotika lainnya kau katakan itu haram. Kau memiliki  argumen yang kuat atas pemahaman tersebut. Pil destro dan lem kau sebut halal karena menurutmu pil dan lem itu memang dijual secara legal. Kemudian ekstasi, sabu-sabu, dan obat-obatan narkotika lainnya kau tegaskan itu haram karena memang pemerintah dan masyarakat dunia mengecam dan melarang peredaran barang tersebut.
            Di hari-hari berikutnya kau semakin berubah. Kau merokok di toilet sekolah. Kau ikut digarda terdepan saat tawuran antar sekolah. Bersama Awan dan Ibob, kalian menghancurkan paru-paru pada malam bulan Ramadhan yang indah untuk beribadah, lokasinya pun masih dikompleks sekolah. Lem yang kalian tuang ke dalam kantong plastik kemudian kalian hisap melalui mulut dengan penuh gairah. Lem itu masuk ke dalam tubuh dan mengacaukan aliran darah.  Membuat kalian lemah dan berhalusinasi yang antah-berantah.
            Kau pernah bercerita mengenai “ngembek” pada malam itu. Kau bilang kau bersama Awan dan Ibob bertemu dengan sesosok makhluk yang kalian percayai bahwa makhluk halus tersebut hanya dapat dijumpai pada saat seseorang menghisap lem. Dan kalian juga percaya bahwa hanya orang –orang yang beruntung dan terpilih yang dapat berjumpa.
“Die berdiri tegak dekat pintu kelas. Posisi die macam gini.”
Kau mempraktekkan, meniru makhluk halus yang datang pada malam bulan Ramadhan itu.
“Semuenye putih, cume rambut yang hitam. Ngeri, aku nak lari. Aku betul-betul takut. Tapi Awan bilang : Jangan !  Awan memang beranilah. Die malah kenalan dengan makhluk tu. Bejabat tangan. Yang aku tahu, yang aku dengar, makhluk tu  namenye Toni. Die bilang, die tinggal samping rumah Awan. Saat di bilang samping rumah Awan tu lah, aku langsung lari. Betol-betol lari ; Pongkang-pangking. Tapi tak jauh,  Ibob ngejar aku, die nangkap aku. Tenang kan aku. Aku lari soalnye yang aku tahu, samping kiri rumah Awan tu pemakaman Tanah  Tinggi, dah tu samping kanan rumah Awan  pemakaman Bukit Babu. Siape yang tak takot, itu hantu.”
Itu salah satu cerita darimu yang masih ku ingat. Kau terlalu semangat bercerita, kau tampak benar-benar meyakinkan. Karena pada saat ku katakan bahwa itu mungkin saja halusinasi, kau langsung berang dan dengan sedikit emosi mengatakan :
“Yang nengok tu bukan aku sorang, tige orang.“
            Sampai sekarang masih ku anggap kalian hanya berhalusinasi. Bukankah kalian bertiga sama-sama menghisap lem ? Yang berarti kalian sama-sama kehilangan kesadaran, sama-sama dalam khayalan.
            Tidak cukup sampai di situ, kian hari kau semakin meninggalkan dan menanggalkan berbagai jati diri mu yang dulu. Kini kau  berjalan dengan penuh kesombongan. Tidak lagi dalam kerendahan. Matamu melihat dengan sisnis. Mulutmu menjadi egois. Dan kau pun anarkis. Ingatkah apa yang kau lakukan untuk menyambut bulan Ramadhan yang ke-2 di sekolah itu ?
            Saat itu ku dan kau kembali sekelas, kita dikelas 8.1. Hari itu memang tidak belajar. Karena bapak-ibu guru sedang melakukan pertemuan. Sebab itu kau bersama komunitasmu seperti binatang buas yang bisa bergerak bebas. Bisa dikatakan bahwa hari itu hari paling biadab dalam sejarah sekolah kita. Di mana kau bersama komunitasmu pesta pil destro secara bersama dan berkumpul di salah satu kelas di sekolah kita.
Saat itu ku hanya memperhatikan, meja ditengah ruangan tampak Awan sedang bertengkar dengan pacarnya. Entah apa yang diperdebatkan, tapi keduannya menangis. Disudut belakang ruangan, tampak Ibob sedang berpelukan dengan pacarnya. Mesra, sangat mesra. Yang Ibob lakukan juga dilakukan oleh beberapa pasangan  lainnya. Dan kau, semua menertawakanmu kecuali pacar  Awan yang menangis semakin histeris  saat kau muntah 3 kali  tepat di depan Putri. Tepat di depan wanita yang pernah kau cintai, selalu kau cintai. Kau muntah memang sudah menjadi tradisi di saat mengkonsumsi pil destro, hampir semua yang turut serta pada pesta obat-obatan tersebut juga mengalami hal serupa. Memang aneh, siswi-siswi di kelas itu tetap mau bercanda atau sekedar berbicara dengan kalian, meski pun kalian dalam keadaan mabuk-mabukan, tak sepenuhnya dalam kesadaran.
 Kemudian tingkahmu yang juga kau anggap jawara saat di kelas 9 ialah melukis. Padahal kau bukan seorang yang gemar melukis, tapi saat itu kau melukis. Kau melukis lambang kebesaran komunitasmu di toilet sekolah. Lambang yang diprasastikan setinggi hampir 3 meter di dinding. Selama 6 hari kau keluar masuk toilet itu bersama Hexto, teman yang membantumu. Selama 6 hari juga kalian ber-2 sering bolos mata pelajaran demi selesainya  lambang   yang desainnya kau buat sendiri. Tapi sayang, pada hari ke-7 Kepala Sekolah melakukan inspeksi terhadap fasilitas di sekolah. Apa yang terjadi ? Beliau murka, karena toilet yang beberapa bulan lalu di cat kini terdapat penuh coretan. Akibatnya, pada hari itu juga toilet di cat kembali. Dan lambangmu pun hilang. Karyamu lenyap. Sia-sia pengorbananmu. Padahal lambang itu belumlah siap, belumlah kau warnai sepenuhnya.
Kau hebat. Keesokan harinya, tepatnya di hari Senin kau tidak ikut upacara bendera. Karena kau tahu bahwa Kepala Sekolah akan banyak berpidato, yang tentunya sumpah serapah atas ulahmu. Tahukah kau apa yang dikatakan Kepsek ?
“Coret-coretan di dinding toilet itu merupakan karya setan !”
Mungkin itulah judul pidato Kepsek kita pada pagi itu. Pagi yang panjang untuk ocehan. Pagi yang melelahkan. Tapi kau beruntung, karena tiada satu pun yang membocorkan kepada bapak-ibu guru bahwa kaulah dalangnya.
Itu lah kau, kau yang dengan berani mengubah pelangi menjadi satu warna. Warna itu ialah keamburadulan, warna yang membuat hidupmu berantakan. Meskipun kau terus bertingkah, namun kau tetap terbuka padaku, kau tetap bercerita padaku, sama seperti dulu. Ingatkah ? Awal-awal kita baru naik ke kelas 8 ; kelas 8.1, kau pernah mengatakan bahwa yang kau lakukan bukan lagi wujud protes terhadap orangtua mu saja, tapi kau juga protes terhadap Putri, terhadap wanita yang sama-sama kita kagumi. Wanita itu memang pernah bersamamu, tapi kau mengacuhkannya, menyepelekannya. Sama yang orang tuamu lakukan padamu. Sebab itu dia pergi, dia menjauhi, karena dia juga manusia, manusia yang hidup dengan hati. Sama sepertimu yang menjauhi keluarga mu.
Saat Putri pergi, kau protes secara berlebihan. Kau tak mau menerima kenyataan. Kau mengharapkan kesempatan setelah hatinya kau permainkan. Kau mengatakan kau benar-benar mencintainya, tapi pada kenyataannya kau menyakitinya. Sebab itu dia pergi, dia menjauhi, karena dia juga manusia, manusia yang hidup dengan hati.
Mungkin kau tidak mengetahui bahwa kau itu ku kagumi, karena di awal proses belajar mengajar kau sangat menguasai, kau menjadi penjajah mata pelajaran, semua kau taklukkan. Bahkan ku sebut dirimu sebagai ahli 2 dunia. Kau jawara dalam memainkan rumus dan berhitung, dalam hal ini dunia IPA. Kemudian kau jawara dalam mengingat dan banyak mengetahui tentang politik yang identik dengan dunia IPS. Jika pada waktu itu kau bisa memperhatikan dirimu sendiri, pasti kau juga akan kagum atas dirimu.
Karena kau yang ahli itu lah kau disukai Putri, kau di kagumi Putri, kau di sayangi Putri, yang akhirnya kau juga yang di cintai Putri. Tapi sayang, hanya di awal – awal saja kau banyak di kagumi, hanya di semester 1. Karena sejak semester 2 kau terlalu mencintai komunitasmu dengan berbagai perilaku yang menyimpang itu, yang menjadikanmu ditakuti bukan lagi dikagumi. Ditakuti karena kau menjadi seorang yang anarki.
Protesmu terhadap Putri semakin membuat hidupmu bertambah kehilangan arah. Ku maklumi tingkahmu itu, masa remaja memang masa yang sensitif. Beberapa waktu setelah pesta pil destro bersama komunitas, pelangi di hidupmu kembali sedikit berwarna.  Aku kurang mengetahui kronologi cerita ini, yang pasti saat itu kau ikut Rian ke warnet untuk bermain game lewat komputer. Tapi karena kau anak yang gagap teknologi ; gaptek, kau disana hanya bisa buka artikel lewat mesin pencari Google. Hingga kau menemukan artikel berjudul : “Palestina Kembali Berduka”. Hatimu tersentak setelah kau baca artikel tersebut. Kau ikut bersedih atas kedzaliman yang terjadi pada saudara seagama yang di sana. Kau merasa hatimu di iris dengan pisau, kemudian luka irisan itu disiram dengan cuka untuk melengkapi kepedihan yang kau rasakan. Mulai saat itu, kau sering menangis. Apalagi setelah kau mengetahui ternyata banyak negara-negara Islam di dunia yang dihina harga dirinya. Irak, Afghanistan, dan Bosnia juga mampu membuat kau meneteskan air mata.
Suatu malam, malam itu malam Takbir Idul Adha yang ke-2 selama kita berteman, kau berkata: “Aku ingin mati di sana. Aku ingin ke Irak. Aku ingin ke Afghanistan. Aku ingin ke Palestina, berjuang bersama saudara- saudara kita. Agar mereka merdeka atau aku yang syuhada. Aku ingin membantu, tak lagi membatu.”
Ku pikir kau berpuisi. Tapi kau bilang itu isi hati. Kau yang semula mengagumi Roma berubah mengagumi Osama. Kau terobsesi akan pengorbanan K.H. Osama Bin Laden yang ikhlas merelakan segalanya demi mengusir Amerika dari Bumi Afghanistan. Kau juga mengagumi Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran yang dengan terbuka menentang berbagai kebijakan Amerika beserta sekutunya jika kebijakan itu merugikan umat Islam. Presiden yang jika berpidato di Konferensi PBB pasti mengangkat permasalahan Palestina-Yahudi. Itu lah yang kau kagumi, semangat 2 tokoh besar yang ingat akan pengertian penderitaan dan tali persaudaraan antar umat Islam.
Tapi lucu, kau hanya mengagumi semangat mereka untuk menolong sesama. Kau tidak mengagumi yang sering mereka lakukan. Mereka sering beribadah, sedangkan  ibadahmu tetap lemah. Kau sholat hanya beberapa kali dalam satu bulan. Dan yang ku tahu, saat di SD kau terakhir membaca Al-Quran. Tapi bagaimanapun, pelangi dalam hidupmu kembali berwarna, lebih dari satu warna. Dan karena warna itu, kau buat komunitas yang baru. Yang kau sebut sebagai teroris. Teroris untuk kehancuran Yahudi. Teroris agar Amerika angkat kaki dari negara-negara Timur Tengah yang di invasi. Yang jelas menurutmu bukan seperti teroris di Indonesia, teroris salah kaprah yang mengatasnamakan Jihad dengan bom secara membabi-buta ; yang meluluhlantahkan Bumi Pertiwi yang telah merdeka ; yang banyak menyabut nyawa tak berdosa. Yang kemudian lambang dari komunitas inilah kau lukis di dinding toilet sekolah. Lambang yang bagi mu membawa pesan kemanusiaan yang dikecam Kepsek sebagai karya setan.
Secara perlahan, Google benar-benar berperan dalam hidupmu. Kau kembali berubah. Sampai-sampai kau mengatakan kau ingin kau yang seperti dulu, kau yang dikagumi bukan ditakuti. Tapi kau tahu, belum ada satu pun ilmuan yang menemukan mesin waktu. Jadi kau  hanya bisa menjadi kau yang benar-benar baru. Akhirnya kau kembali menjadi manusia, mungkin sedikit lebih dewasa.
Beberapa minggu setelah hasil UN di umumkan, yang Allhamdulillah 100% kelulusan di raih sekolah kita. Pagi itu aku sedang bersama Putri di sekolah untuk mengambil ijazah. Kau pun datang, kemudian kau  mengajakku untuk berkeliling disekitar kompleks sekolah. Putri yang ingin ikut kau katakan :  “Jangan ! Aku cume mau dengan kawan.” Sambil berjalan kau mengatakan :
Dody, makaseh ye dah jadi kawan aku. Kawan tempat aku bercerite. Kawan yang tahu semue rahasie aku. Dod, kalau di pikir- pikir hidup aku ni ajhib ye tak ? Awal – awal aku masok sekolah dekat sini, kalau aku nampak sampah berserak depan mate, mate dengan hati aku pasti merase tak nyaman. Tapi sekarang  jangankan sampah depan  mate, taik mate dekat mate pon biar. Ha…Ha…Ha…Ha, kau jangan ketawe, aku serius, aku masih nak cerite.”
“Tapi dulu memanglah, hidup aku bise dikatekan lengkap, perfect, dulu aku suke belajar, memang tak pandai, tapi lumayan lah. Tambah lagi aku pacaran dengan Putri. Cewek yang paling indah yang pertame kali ku lihat, yang ku dapat. Masa keemasan yang mustahil terlupakan.”
“Oh ye Dod, engkau ingat tak dengan puisi yang engkau kirim ke aku, kalau tak salah judulnye “Pelangi”.  Aku merase engkau buat puisi tu untuk aku agaknye, soalnye aku betol-betol merase jadi objek di puisi tu. Maaf aje lah dah sok GR. Bait terakhir dari puisi tu kalau tak salah bunyinye :
“ Hidupmu yang semula penuh warna pelangi. . .
“ Hidupmu yang semula indah, bersih , dan rapi. . .
“ Kini  perlahan tak lagi dalam kebahagiaan yang nyata. . .
“ Kau terlalu berani mengubah pelangi menjadi satu warna. . .”
“Aku suke dengan puisi tu. Tapi bagusnye, aku nak pelangi itu kembali penuh warna. Kembali bahagia yang benar-benar bahagia. Bukan senang yang senang-senang.  Huuuuh !”
“Tak sangke ee ? 3 tahun dah  lewat. Cepat sekali. Oh ye, engkau nyambung ke SMA 1 kan ? Mantep. . . Mantep. . . Ajhiiiib. . . Aku belum tahu. Peneng ! Ai dah lah, penat aku becakap. Sekali lagi, makaseh betol dod,  makaseh total ! Maaf juge, aku pasti banyak salah. Pasti banyak. Itu aje, Chau ! ! !”
Setelah kau mengatakan “chau”. Biasanya kau pergi tanpa menoleh kearah ku. Tapi kali ini berbeda, kau berpaling badan, jari-jemari tangan kanan mu kau bentuk menyerupai pistol dan kau arahkan ke aku. Kemudian kau tersenyum. Baru lah kau pergi.
Awalnya aku tidak memahami maksud dari gerakan tubuhmu yang seperti itu, namun setelah beberapa tahun waktu berlalu. Kini baru aku menyadari bahwa itu ialah salam, salam terakhirmu.
     Demikian,
Chau ! ! !